Beranda | Artikel
Agar Pelayanan Pelanggan Mak Nyus
Senin, 1 Agustus 2016

Agar Pelayanan Pelanggan Mak Nyus

Pelayanan pelanggan harus selalu diupayakan agar berjalan mak nyus. Sebab kita tahu, happy customers will create sustainable profit and happiness.

Oleh Yodhia Antariksa

Sebagai konsumen, kita hampir pasti pernah mengalami pengalaman pahit berkaitan dengan pelayanan pelanggan yang memilukan. Pesawat yang ditunda keberangkatannya sampai lima jam, dan mulut kesal kita dibungkam sebungkus nasi plus lauk-pauk ala kadarnya (agar sedap diberi basa-basi “karena alasaan operasional … bla … bla …. dan seterusnya). Atau pernah dongkol lantaran koneksi internet di rumah demikian lelet. Kita lalu menghubungi call center untuk komplain, tapi tidak ada yang mengangkat telepon kita. Jika pun ada yang merespon, yang menjawab mesin (doh!).  Atau datang ke rumah sakit, dilayani sekadarnya, tanpa senyum, tanpa empati, seolah-olah kita pesakitan. Plis deh. Cerita demi cerita sendu semacam ini tak pernah kering membentang di hadapan kita. Pertanyaannya, kenapa terus berulang?

Di sini kita mendiskusikan dua faktor yang membuat kebanyakan customer service gagal memberikan moment of truth yang indah dan layak dikenang.

Penyebab pertama, pada akhirnya customer service tidak sekadar senyum manis yang mengembang di balik keramahan para petugas front liners. Lebih dari itu, dan mungkin jauh lebih penting, konsep pelayanan pelanggan hanya bisa berhasil jika dirajut melalui customerservice strategy yang terpadu dan komprehensif.

Kita mungkin dibuat senang dengan senyum ramah teller Bank Mandiri yang muda nan rupawan. Namun kita mendadak kehilangan mood ketika mencoba layanan internet bankingnya. Sebabnya sederhana: koneksi internet banking mereka tergolong lamban, dan sering down. Atau juga kita dibikin riang dengan iklan XL yang sumringah dengan tagline “XL Xlalu di Hati” itu. Namun mereka lupa, iklan itu membuat pelanggan bertambah pesat jumlahnya, dan jaringan GSM mereka jadi limbung kelebihan beban. Akibatnya, tak jarang kualitas jaringan mereka mendadak menjadi lenyap (blank spot), dan ini meninggalkan kesan pahit bagi para pelanggannya. Atau kita mungkin kembali dihadapkan pada problem klasik: pelanggan kecewa berat lantaran produsen gagal memenuhi permintaan pelanggan yang terlalu membludak. Anda mungkin terkesan dengan Scoopy dari Honda yang keren itu. Namun banyak calon pelanggan Honda kecewa berat karena mereka harus inden hingga tiga bulan sekadar untuk mendapatkan sebuah Scoopy.

Semua kisah di atas memberikan poin yang jelas: tanpa dukungan yang solid dan terpadu dari departemen lain, pelayanan pelanggan hanya akan menjadi slogan. Bank Mandiri gagal memuaskan pelanggannya lantara divisi IT mereka kurang sigap menambah server. XL membuat para pelanggannya termehek-mehek lantara absennnya dukungan infrastruktur jaringan yang andal. Dan Honda membuat pelangganya mengalami broken heart (bukan one heart) lantara kegagalan production planning serta demand forecasting mereka.

Penyebab kedua, kenapa most customer services suck adalah ini: budaya yang berorientasi pada kepuasan pelanggan belum benar-benar bersenyawa di hati segenap karyawan perusahaan. Budaya kuat untuk terus membuat pelanggan happy acap belum tertancap. Itulah kenapa kita masih sering menerima layanan petugas customer service yang tanpa senyum, tanpa empati. Inilah juga kenapa ketika kita komplain acap diping-pong ke sana ke mari tanpa jawaban tuntas dan membikin hati adem.

Mungkin budaya pelayanan pelanggan tak pernah diinternalisasikan secara konstan dan tanpa kenal lelah. Mungkin juga budaya itu tidak jalan lantaran belum didukung SOP (standard operational prosedure) yang jelas dan terimplementasi konsisten. Atau mungkin budaya pelayanan pelanggan mandek lantaran tidak adanya kebijakan yang jelas dan kuat tentang bagaimana memperlakukan pelanggan dengan passion dan sepenuh hati. Padahal budaya pelayanan pelanggan yang memuaskan semestinya menjadi roh segenap kegiatan sebuah organisasi (baik organisasi bisnis perusahaan atau juga kantor pelayanan publik). Sebab, bukankah pelanggan yang memberikan sumber pendapatan bagi perusahaan? Dan juga sumber utama pendapatan untuk menggaji para karyawan? Tanpa pelanggan yang loyal, bukankah sebuah organisasi bisa kolaps dan mati?

Itulah kenapa pelayanan pelanggan harus selalu diupayakan agar berjalan mak nyus. Sebab kita tahu, happy customers will create sustainable profit and happiness.***

Beberapa Kemungkinan:

  1. Mungkin budaya pelayanan pelanggan tak pernah diinternalisasikan secara konstan dan tanpa kenal lelah.
  2. Mungkin juga budaya itu tidak jalan lantaran belum didukung SOP (standard operational prosedure) yang jelas dan terimplementasi konsisten.
  3. Mungkin budaya pelayanan pelanggan mandek lantaran tidak adanya kebijakan yang jelas dan kuat tentang bagaimana memperlakukan pelanggan dengan passion dan sepenuh hati.

PengusahaMuslim.com

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/5442-agar-pelayanan-pelanggan-mak-nyus.html